Sabtu, 03 Mei 2014

Our Story (2)

Pelajaran berjalan seperti biasa maksudku biasa itu biasa banyak yang tanya-tanya ke Afifah. Aku sih jujur kasihan sama Afifah, tapi ini kisah nyata sebelum aku jadi sahabatnya, Afifah anak yang Judes, pintar, tapi sangat supel. Jadi inget dulu nih! Dipercepat, sekarang sudah waktunya istirahat anak-anak berjejal untuk keluar sedangkan Afifah masih terduduk lemas ditempat duduknya. Sebenernya nggak tega aku liat Afifah kayak gitu, tapi bagiku Afifah itu udah kayak kakakku sendiri. Sikapnya yang kedewasaan, kepintaran otaknya, minus matanya, sampai tinggi badannya cocok kalo disebut 'kakak'. Aku tau dia mempunyai 3 adik yang bagiku 'super ngeselin' tapi dia nggak keberatan ngurusin adik-adiknya! Aku melangkah ke bangku Afifah tapi aku melihat Badafi temenku yang minta bantuan aku supaya bisa lebih deket sama Afifah, aku tau Badafi suka sama Afifah aku nggak mau ganggu. Aku mematung di tempatku berdiri, sambil melihat mereka berdua berbicara. Tapi yang kulihat? Afifah hanya menundukan kepalanya dan tidak melihat Badafi sedikitpun, apa mungkin dia sakit? Tapi masak aku langsung nyelonong aja? Kan nggak sopan sama sekali, Aku mendengar pengumuman dari kantor yang berisi "Perhatian untuk Afifah Khoirunnisa, Zahra Cahaya, Muhammad Iqbal Badafi, harap ke kantor sekarang juga!" Aku bingung kenapa namaku disebut? Tapi aku menuruti perintah guruku untuk ke kantor. Saat di kantor aku segera duduk di lantai sebelah Afifah. "Jadi gini besok Sabtu ada lomba di Pondok Pesantren Al-Qalam kalian akan mewakili sekolah kita di tingkat provinsi. Afifah Matematika, Badafi Sains, dan Cahaya PAI." aku terkejut namaku disebut dalam pelajaran 'PAI'/agama. Kami mengangguk, lalu ke guru pembimbing masing-masing. Aku mendatangi Ustadzah Zahra, namanya hampir sama kayak aku ya hehehe. "Nanti ya bimbingannya." kata Ustadzah sambil menumpukan buku fikih yang harus aku pelajari. "Ok Ustadzah!" kataku sambil hormat "Nanti kamu bisa tanya Afifah" kata ustadzah sambil berjalan menuju kelas 3 untuk mengajar. Aku kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran lagi karna tadi istirahatku aku habiskan untuk dengerin penjelasan Ustadz Kurnia. Aku baru merasakan ternyata rasanya kayak gini harus mengorbakan waktu istirahat buat 'Penjelasan, bimbingan' apa aku nanti juga akan jadi sejudes mereka? Anak olimpiadis yang dibanggakan sekolah? Yang punya banyak temen dari berbagai sekolah di Indonesia? Tapi Badafi paling jauh ke provinsi sedangkan Afifah sampai nasional, sedangkan aku? Kecamatan aja nggak masuk 3 besar. Tapi kayak kata Afifah aku nggak boleh pesimis harus optimis semangat! Aku mengikuti pelajaran biasa. Lalu Sholat Dhuhur, ngaji, makan, setelah itu pas istirahat kedua harus langsung lari-lari nyari Ustadzah Zahra. Habis gitu setelah istirahat balik pelajaran. Ternyata capek juga ya? Tapi aku nggak liat wajah itu di Badafi sama Afifah. Tapi mungkin aku yang belum terbiasa kayak mereka aja ya mungkin? Setelah sholat Ashar seperti biasa aku harus bersepeda ke rumah tapi mungkin yang paling nggak enak Afifah ya? Dia harus jalan kaki kerumahnya padahal rumahnya sama aku masih jauhan dia. Kadang aku nawari tapi anaknya yang nggak mau, kadang juga kalo dia capek sampe kejar-kejar angkot. Kalo ada lomba dia baru pake sepeda. Katanya biar nggak global warming tapi biarin, sekarang udah hari Kamis, memang untuk Afifah dan Badafi lomba dadakan itu udah biasa banget! Sedangkan aku? Harus belajar tekun banget sampai di rumah aku langsung ke tempat tidur, ganti baju, ngapalin fikih sumpah ini agak susah tapi aku kagum juga sama Afifah bisa hapal fikih, Qur'an. Eh tapi lama-lama seru juga ada sms dari siapa nih? Sekalian refreshing hehehehe

From: Afifah
Kamu ada kesulitan ngerjakan atau ngapalinnya?

Ternyata Afifah ya? Cemas banget sama aku?

To:Afifah
Nggak kok aku udah mulai suka

Aku jadi tambah bangga deh sama Afifah!

Bersambung dulu ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar