Sabtu, 10 Mei 2014

Our Story (3)

Waktunya Sholat Maghrib! Aku langsung menutup buku, mengambil air wudhu lalu sholat deh. Setelah sholat aku ngaji, makan, baru belajar lagi pas baru satu langkah masuk kamar langsung dipanggil sama kakakku. "Cahaya kamu nanti jadi SMP di SMPku nggak?" tanya kak Najwa "Iya, kenapa kak?" tanyaku balik karna heran "Ada potongan harga kalo kamu pernah menang di lomba!" kata Kakakku bersemangat, sedangkan aku melihat mejaku, nggak ada piala sama sekali. "Kakak aku nggak punya prestasi sama sekali!" Teriakku karna udah greget "bukan buat kamu, buat temenmu yang pinter itu lo!" kata Kak Najwa coba mengingat-ingat "Afifah kak?" tanyaku kembali "iya, itukan nanti bisa sekolah disana!" kata Kak Najwa bersemangat "Kak, Afifah sudah ketrima di Mts kelas ekselerasi!" kataku sambil menyadarkan kakakku itu "kok bisa?" tanya kakakku heran "Iya, dia dapet peringkat paling tinggi di kelas ekselerasi!" Kataku "oh yaudah." kata Kak Najwa kecewa. Aku kembali ke kamarku untuk ngerjakan PR! Sumpah ini PR susah amat? bikin pusing aja? Masak aku sms Afifah? Pulsakukan habis. Akhirnya aku mengerjakannya dengan awut-awutan. Pas denger adzan Isya', sholat Isya'. Habis sholat ngejakan PR lagi. Aku mengerjakannya saat aku selesai mengerjakan aku langsung tidur udah capek! Besoknya, aku bangun jam lima sholat subuh sama mungkin agak ngelamun di belakang rumah sambil bawa hp. Aku bingung apa perlu aku telfon Badafi? Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku harus menelfon Badafi? Aku harus memberi taunya sesuatu tentang Afifah. Tadi malem (maaf nggak sempet cerita) Afifah sms aku kayak gini 'Cahaya, aku kayaknya nggak masuk hari ini, kalo aku sampe bener-bener nggak masuk tolong banget sampaikan kalo aku sakit! Makasih...' itu sms dari Afifah. Aku tau rumah Badafi lebih dekat rumah Afifah daripada rumahku. Aku akhirnya membulatkan tekatku untuk menelfon Badafi. Aku memencet nomernya dan menunggu, alhamdulillah diangkat!

"Halo, Assalamu'alaikum Badafi"
"Wa'alaikumsalam, ha, napa nelfon orang pagi-pagi kurang kerjaan banget nih orang, nggak tau apa aku lagi sibuk?"
"Ya maaf, kamu tau nggak Afifah sekarang lagi sakit?"
"Tau, napa?"
"Ya nggak apa-apa, nanti kamu masuk?"
"Ya tolong bilang ke Ustadzah Nur aku sama Afifah masuknya agak siang"
"Kenapa?"
"Bawel banget sih tinggal bilang kayak gitu aja!"
"Duh kan aku pengen tau alesannya"
"Udah deh bilangin gitu aja!"
"Tolong dong!"
"Nggak!"
"Kenapa sih?"
"Tau udah ya!"
 Tuut

Yah dimatiin dasar nggak punya hati banget! Apalagi aku perempuan, tapi kenapa ya kok cepet-cepet? Kayak ada sesuatu yang sangat penting yang aku nggak boleh tau!

Bersambung dulu ya!

Sabtu, 03 Mei 2014

Our Story (2)

Pelajaran berjalan seperti biasa maksudku biasa itu biasa banyak yang tanya-tanya ke Afifah. Aku sih jujur kasihan sama Afifah, tapi ini kisah nyata sebelum aku jadi sahabatnya, Afifah anak yang Judes, pintar, tapi sangat supel. Jadi inget dulu nih! Dipercepat, sekarang sudah waktunya istirahat anak-anak berjejal untuk keluar sedangkan Afifah masih terduduk lemas ditempat duduknya. Sebenernya nggak tega aku liat Afifah kayak gitu, tapi bagiku Afifah itu udah kayak kakakku sendiri. Sikapnya yang kedewasaan, kepintaran otaknya, minus matanya, sampai tinggi badannya cocok kalo disebut 'kakak'. Aku tau dia mempunyai 3 adik yang bagiku 'super ngeselin' tapi dia nggak keberatan ngurusin adik-adiknya! Aku melangkah ke bangku Afifah tapi aku melihat Badafi temenku yang minta bantuan aku supaya bisa lebih deket sama Afifah, aku tau Badafi suka sama Afifah aku nggak mau ganggu. Aku mematung di tempatku berdiri, sambil melihat mereka berdua berbicara. Tapi yang kulihat? Afifah hanya menundukan kepalanya dan tidak melihat Badafi sedikitpun, apa mungkin dia sakit? Tapi masak aku langsung nyelonong aja? Kan nggak sopan sama sekali, Aku mendengar pengumuman dari kantor yang berisi "Perhatian untuk Afifah Khoirunnisa, Zahra Cahaya, Muhammad Iqbal Badafi, harap ke kantor sekarang juga!" Aku bingung kenapa namaku disebut? Tapi aku menuruti perintah guruku untuk ke kantor. Saat di kantor aku segera duduk di lantai sebelah Afifah. "Jadi gini besok Sabtu ada lomba di Pondok Pesantren Al-Qalam kalian akan mewakili sekolah kita di tingkat provinsi. Afifah Matematika, Badafi Sains, dan Cahaya PAI." aku terkejut namaku disebut dalam pelajaran 'PAI'/agama. Kami mengangguk, lalu ke guru pembimbing masing-masing. Aku mendatangi Ustadzah Zahra, namanya hampir sama kayak aku ya hehehe. "Nanti ya bimbingannya." kata Ustadzah sambil menumpukan buku fikih yang harus aku pelajari. "Ok Ustadzah!" kataku sambil hormat "Nanti kamu bisa tanya Afifah" kata ustadzah sambil berjalan menuju kelas 3 untuk mengajar. Aku kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran lagi karna tadi istirahatku aku habiskan untuk dengerin penjelasan Ustadz Kurnia. Aku baru merasakan ternyata rasanya kayak gini harus mengorbakan waktu istirahat buat 'Penjelasan, bimbingan' apa aku nanti juga akan jadi sejudes mereka? Anak olimpiadis yang dibanggakan sekolah? Yang punya banyak temen dari berbagai sekolah di Indonesia? Tapi Badafi paling jauh ke provinsi sedangkan Afifah sampai nasional, sedangkan aku? Kecamatan aja nggak masuk 3 besar. Tapi kayak kata Afifah aku nggak boleh pesimis harus optimis semangat! Aku mengikuti pelajaran biasa. Lalu Sholat Dhuhur, ngaji, makan, setelah itu pas istirahat kedua harus langsung lari-lari nyari Ustadzah Zahra. Habis gitu setelah istirahat balik pelajaran. Ternyata capek juga ya? Tapi aku nggak liat wajah itu di Badafi sama Afifah. Tapi mungkin aku yang belum terbiasa kayak mereka aja ya mungkin? Setelah sholat Ashar seperti biasa aku harus bersepeda ke rumah tapi mungkin yang paling nggak enak Afifah ya? Dia harus jalan kaki kerumahnya padahal rumahnya sama aku masih jauhan dia. Kadang aku nawari tapi anaknya yang nggak mau, kadang juga kalo dia capek sampe kejar-kejar angkot. Kalo ada lomba dia baru pake sepeda. Katanya biar nggak global warming tapi biarin, sekarang udah hari Kamis, memang untuk Afifah dan Badafi lomba dadakan itu udah biasa banget! Sedangkan aku? Harus belajar tekun banget sampai di rumah aku langsung ke tempat tidur, ganti baju, ngapalin fikih sumpah ini agak susah tapi aku kagum juga sama Afifah bisa hapal fikih, Qur'an. Eh tapi lama-lama seru juga ada sms dari siapa nih? Sekalian refreshing hehehehe

From: Afifah
Kamu ada kesulitan ngerjakan atau ngapalinnya?

Ternyata Afifah ya? Cemas banget sama aku?

To:Afifah
Nggak kok aku udah mulai suka

Aku jadi tambah bangga deh sama Afifah!

Bersambung dulu ya!

Kamis, 01 Mei 2014

Our Story (1)

"Assalamu'alaikum!" Kataku dan segera berangkat ke sekolah dengan sepedaku. Di depan pintu seperti biasa aku salam dulu baru masuk, pemandangan pertama yang kulihat adalah sahabatku Afifah yang sedang sibuk baca buku. Aku meletakkan tasku di bangku samping Aliya. "Hei baca buku apaan nih?" kataku sambil memegang pundak Afifah "Nggak, cuma nyalin doang, Cahaya emang kamu nggak main? Biasanya kamu langsung main?" Kata Afifah karna udah tau kebiasaanku "Nggak, emang aku nggak bisa capek apa? Kelasnya kamu yang bersihkan?" kataku sambil melihat tulisan sahabatku itu yang bagiku sangat rapi "Iya!" kata Afifah sambil tersenyum manis. Tiba-tiba geng Kaname dateng. Geng Kaname adalah geng yang menurutku sih isinya 3 cewek paling nakal sekelas tapi Afifah ngingetin aku supaya nggak su'udzan dulu. "Cahaya kamu bisa pergi nggak dari sini?" kata Afifah sedikit mendorongku "Ada apa memang?" kataku heran "Nanti aku jelasin!" aku menurut kata Afifah. Aku liat ketua geng Kaname yang bernama Sesa menuju bangku Afifah, Afifah keliatan sangat jutek jika bersanding sama mereka. "Heh mata 4 mana prmu?" kata Sesa sambil menggeprak meja Afifah, aku aja yang liat ngeri. "Tau, kalian kenapa sih nggak mau ngerjakan pr sendiri?" Kata Afifah ketus. "Nggak mau ngasih?" kata Gita sambil memegangi tangan Afifah. Afifah hanya diam dan melemparkan buku pada anak 3 itu. "Berani ya? Pegangin tangannya!" Gita dan Wanda meme gangi tangan Afifah. Aku masuk ke kelas "Cahaya jangan!" Kata Afifah sambil berteriak mencoba melepaskan cengkraman tangan mereka. "Ok, ketemu lepasin tangannya!" Kata Sesa sambil membawa buku IPS Afifah. Aku mencoba merebut buku itu. "Cahaya udah nggak usah!" Kata Afifah sambil memelukku "Kalian nggak akan bisa baca tuisan itu" Kata Afifah sambil menunjuk-nunjuk Sesa. Sesa membuka buku sahabatku "apaan nih? Angka semua!" Kata Sesa sambil menjatuhkan buku itu. Afifah mengambil bukunya, lalu mengajakku pergi. "kamu kok pake angka nulisnya?" tanyaku "Nggak, ini sandi angka, aku bisa baca tulisan ini!" Aku memandangi sahabatku itu. Aku nggak kaget karna namanya Afifah khoirunnisa yang artinya perempuan yang lebih baik, dan cerdas. Segala mata pelajaran iya kuasai, walaupun dia sedikit judes dan polos tapi dia cukup tau berbagai mata pelajaran dan beberapa anak laki-laki menyebutnya 'google. "Hei, kenapa bengong?" kata Afifah sambil menggerakkan tanggannya ke arahku "Nggak kok!" aku memegang tangan Afifah. "Badanmu panas?" kataku agak khawatir "Nggak kok!" Afifah keliatan banget kalo bantah, dan mukanya agak pucet. "Eh bel ayo masuk!" Kata Afifah menggandeng tanganku dan berlari

Bersambung dulu ya!